Seputar Informasi Dunia Tiktok
Sambo Harusnya Jaga Citra polri, Ferdy Sambo, menembakkan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, menangkap
ketika seseorang memiliki Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam Polsi) Polri.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pernah menambahkan bahwa Propam seharusnya menjaga marwah institusi Polri dan pintu terakhir mencari keadilan dalam wawancaranya di Kick Andy yang tayang di kanal YouTube Metro tv news, Jumat (23/09/2022) lalu. Buntut kasus Ferdy Sambo, Kapolri sendiri menambahkan bahwa Sambo harus menjaga citra polisi sesuai dengan jabatannya sebagai Kadiv Propam.
Sigit menyampaikan bahwa Kadiv Propam akan menentukan dari orang-orang yang dipilih anggota Polri.” Dan ke dalam tentunya memproses masalah-masalah etik. Tentu saja memang harus di awali oleh orang-orang yang dipilih ya, orang-orang terpilih dari salah satu anggota Polri yang ada, ” sambungnya. Sehubungan dengan hal itu, Sigit mengatakan akan ada penilaian khusus yang di tingkatkan.
Penyaji lalu memberikan pertanyaan ke Sigit apakah lantas Ferdy Sambo merupakan sosok yang ‘salah pilih’. Sigit yang mendengar pertanyaan tersebut, menolak memaparkan bahwa Polri salah memilih sosok Ferdy Sambo.
Sigit yang mendengar pertanyaan tersebut, menolak mengungkapkan bahwa Polri salah memilih sosok Ferdy Sambo.
Hal tersebut diungkapkan oleh tim hukum ke luarga Brigadir J, Jonathan Baskoro terkait dengan kehadiran kliennya pada Selasa (25/10/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda untuk bersaksi dalam sidang pemeriksaan saksi-saksi.
Salah satu tim pengacara Brigadir J, Jonathan Baskoro mengatakan, sebagai pandangan luarga Brigadir J akan mendampingi ke luarga saat persidangan di persidangan.
“Dari kami tim hukum akan sepenuhnya hadir untuk menyatukan dan mengawal keluarga Brigadir J. Mulai dari awal persidangan dan sampai akhir persidangan, terkhusus untuk pemanggilan saksi-saksi dari luarga yang akan memberikan kesaksian kepada saksi tentu akan kami dampingi,” katanya saat di hubungi ANTARA, Kamis (20/10/2022).
Majelis hakim dalam membaca surat dakwaan terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E meminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk menghadirkan 12 orang saksi dari pihak korban dan keluarga korban.
Ke dua belas orang saksi itu, adalah Kamarudin Simanjuntak, Samuel Hutabarat, Rosti Simanjuntak, Marezal Rizky, Yuni Artika hutabarat, Devia nita Hutabarat, Novitasari Nadea, Rohani Simanjuntak, Sanggah Parulian, Rosline Emika Simanjuntak, Indrawanto Pasaribu, dan Vera Mareta Simanjuntak.
Sementara itu, dari ke 12 orang saksi tersebut merupakan salah satu tim hukum keluarga Brigadir J yakniudin Simanjuntak. Dalam hal ini, Jonathan memastikan Kamaruddin Simanjuntak sebagai ketua tim penasehat hukum keluarga Brigadir J siap hadir ke persidangan.
Persidangan perdana untuk para pembunuhan pembunuhan berencana Brigadir J dan obstruksi keadilan sejak Senin (17/10/2022).
Terdapat beberapa fakta yang diungkap dalam surat dakwaan. Salah satu yang sama adalah mereka mengaku hanya mengikuti perintah dari sang atasan, yakni Ferdy Sambo.
Sebagai pengingat, ferdy sambo adalah mantan Kadiv Propam Polri yang pernah menyandang status sebagai jenderal bintang dua. Sementara para lainnya memiliki pangkat di bawah Sambo, mulai dari brigjen hingga bharada.
Bila sebelumnya mereka membantu, kini para pelaku akan beramai-ramai mengaku hanya mengikuti instruksi Sambo.
Pengakuan ini tampaknya menggelitik sebagian orang, termasuk mantan Hakim Agung Prof Gayus Lumbuun.us dengan tegas menyatakan bahwa Sambo, meskipun sebagai atasan, alasan yang menguatkan perbuatan yang telah dilakukan.
“Berarti tidak serta-merta mereka bisa berlindung bahwa atas perintah dari Ferdy Sambo. Tidak kuat ya alasan itu?” “Tidak bisa itu,” tegas Gayus, lalu dijelaskan sederet sanksi yang mengancam para pelaku. Dalam hal ini juga halangan keadilan, berlindung di balik pengakuan mengikuti perintah Ferdy Sambo, ancaman hukumannya besar karena kasus utamanya adalah pembunuhan berencana. “Tapi semua langkah-langkah yang telah dilakukan membuat banyak kesulitan, penghalang demikian luas. Kalau tidak ada tradisi adat, mungkin ini akan sempurna (skenario Ferdy Sambo tidak akan terungkap),” tutur Gayus.
“(Pidananya) berkaitan dengan tuduhan primernya. Kalau tuduhannya ancaman hukuman mati, itu bisa seumur hidup atau 15 tahun. Kalau di bawah itu, ancaman 15 tahun, (terdakwa obstruksi keadilan) bisa kena 10 tahun,” sambungnya. Para yang tidak tahu anggota polisi dan memahami hukum, mereka seharusnya memahami bagaimana dampak bila menurut Arahan Sambo sebagai atasannya.